Jakarta,- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Muratara.
Yang mana Gugatan itu diajukan oleh petahana Bupati Muratara H. Syarif Hidayat yang berpasangan dengan H. Surian Sopian.Keduanya merupakan pasangan dengan nomor urut 3.
Majelis Hakim MK Siswanto dalam persidangan mengatakan “setelah mendengar secara seksama jawaban pemohon, keterangan pihak terkait, KPU, bawaslu, serta memeriksa bukti yang dijatuhkan oleh para pihak dan fakta yang terungkap dalam persidangan, Rabu (17/2/2021) sekitar pukul 16.20 WIB.
Majelis Hakim, Mahkamah Konstitusi menegaskan , Berdasarkan pertimbangan hukum diatas mahkamah mempertimbangkan dan mendapat dalil pemohon aquo tidak beralasan menurut hukum.
Berdasakan semua pertimbangan hukum tersebut , mahkamah berpendapat pada permohonan aquo tersebut, tidak mendapat alasan sebagai penyimpangan ketentuan dalam pasal 158 ayat 2.
Sebagiamana Berkaitan dengan kedudukan hukum pemohon , syarat pormil mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Gubernur, Walikota dan Bupati, oleh karena itu tidak relevansi yang meluruskan permohonan aquo persidangan dengan agenda pemeriksaan lanjutan.
” Untuk selanjutnya mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum pemohon,”Kata Siswanto dipersidangan.
Sambung ia ,Bahwa dalam perolehan suara pemohon adalah 40.126 suara, sedangkan perolehan suara pihak terkait dalam hal ini pasangan H. Devi Suhartoni dan H. Inayatullah adalah pasangan memperoleh suara terbanyak yakni 49.109 suara.
Sehingga ada perbedaan perolehan suara permohon dan pihak terkait adalah 49.109 suara dikurang 40.126 suara, sama dengan 8.983 suara, sama dengan 7,94 persen atau lebih dari 2.262 suara.
Menimbang berdasakan keputusan diatas mahkamah berpendapat, meskipun pemohon adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Muratara dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati kabupaten Muratara 2020, namun pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajukan sebagai mana yang dimaksud.
“Ketentuan pemohon tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 158 ayat 2 nomor 10 tahun 2016,”ujarnya.
Berkenaan dengan kedudukan hukum, andaipun ketentuan pasal disimpangkan , bahwa dalil-dalil pokok permohonan termohon tidak beralasan menurut hukum.
oleh karena itu eksepsi pemohon dan pihak terkait mengenai kedudukan pemohon tidak beralasan menurut hukum , maka eksepsi lain dari termohon dan pihak terkait serta pokok permohonan selebihnya tidak dipertimbangkan
Menimbang dalam hal-hal lain yang berkaitan mendengan permohonan aquo tidak dipertimbangkan lebih lanjut, karena menurut mahkamah tidak ada relevansi dan oleh karenanya,dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum.
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan diatas mahkama berkesimpulan.
“Eksepsi pemohon dan pihak terkait mengenai kewenangan mahkamah tidak beralasan menurut hukum, Mahkamah berwenang mengadili permohonan aquo, permohonan termohon diajukan masih dalam tenggang waktu,”terang majelis
Serta Eksepsi termohon mengenai kedudukan hukum pemohon tidak beralasan menurut hukum. Selain itu Termohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan .
Tambah Siswanto, pemohon memiliki kedudukan hukum , permohonan permohon tidak beralasan menurut hukum. Selai itu eksepsi lain dari permohon dan pihak terkait dan pokok permohonan serta selebihnya tidak dipertimbangan lebih lanjut.
Berdasarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi dan seterusnya.
“Menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, dalam pokok permohonan dan menyatakan permohonan termohon tidak dapat diterima,”Tutupnya. (AR)
_