Sumsel  

ELEKTABILITAS HD-CU HAMPIR 70% PENGAMAT: KEMUNGKINAN “ADA KELIRU”

Palembang, Gerbangsumsel.com,- Pilkada Sumatera-Selatan diprediksi diikuti tiga kandidat. Ketiga nama itu antara lain adalah Herman Deru-Cik Ujang (HDCU), Mawardi Yahya-RA Anita Noeringhati (Matahati), dan Eddy Santana Putra-Riezky Aprilia (ERA).

Elektabilitas yang baru-baru ini disampaikan Konsepindo menyebut Herman Deru menembus angka 70%, dinilai pengamat kemungkinan “ada kekeliruan”.

Apalagi kata pengamat politik Sumsel, M. Haekal Al-Haffafah S.Sos, M.Sos, Survei terakhir yang dilakukuan oleh Indonesia Political Survey (IPS) terkait Pilkada Sumatera Selatan 2024 pada awal Agustus dengan simulasi 3 nama, Herman Deru memperoleh 36,6 persen. Diikuti Heri Amalindo di posisi kedua dengan elektabilitas 23,4 persen dan Mawardi Yahya di urutan ketiga dengan perolehan 15,2 persen.

“Kalaupun Elektabilitas Heri Amalindo semuanya bermigrasi ke Herman Deru angka elektabilitasnya 60% (bukan 70%), tapi sebentar dulu migrasi suara juga tak secepat itu, belum jika kita lihat yang muncul nama Eddy Santana (bukan Pak Heri) sehingga perubahan elektabilitas tak mungkin secepat itu” kata Haekal (6/9).

Dia menambahkan, dalam survei kalau metodenya benar, rumus penarikan samplingnya tepat. Surveyornya bertanggung jawab rentang waktu satu bulan (dari awal Agustus sampai awal September) biasanya kenaikan elektabilitasnya nggak jauh.

“Publik juga perlu tahu, respondennya berapa, metodenya apa, tingkat kepercayaan margin of erornya berapa, dari tanggal berapa sampai tanggal berapa tapi dalam keterangan survei itu kan nggak di publish” paparnya.

Direktur Ekesekutif Teras Indonesia ini juga mengingatkan pasangan Mawardi Yahya dan Anita Noeringhati (Matahati) akan jadi lawan kuat HD CU mengingat instrumen partai-partai pendukung yang belum berkerja maksimal.

“Ada tiga variable yang membuat Matahati secara potensial bisa menyalip HD-CU, pertama swing voters dan undiceded voters, kedua, kolabarasi pilgub dan pilbub (tandem pilkada), ketiga mesin politik partai pendukung” Unkapnya.

Pengamat Politik Milienal ini mengingatkan, bahwa kerja politik itu tidak salalu berada diatas koridor yang mainstremnya statistik kuantitatif. Angka-angka survei dan kuantitatif itu hanya alat bantu.

“Politik itukan bicara konstelasi, dimana konstelasi disitu potensi pergeseran politik. Orang mungkin lupa sejarah peralihan kekuasaan politik seringkali berjalan melampui normalitas angka-angka survei.” Tutupnya. (Rill)

_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *